kli ini gw cma mau ngepost crita yg sudah gw perbaiki(entah makin baik ato malah makin ancur) baik dari segi cerita dan bahasa...
brikut kilasannya
CHAPTER 1
FIRST DAMN
Di depan pintu masuk Sekolah seni swasta, dimana suasana paginya berwarna cerah seperti warna cola dan langit sedang terbahak-bahak menyambarkan petirnya. Seorang gadis remaja terlihat sedang mencari sesuatu di papan pengumuman penerimaan murid baru yang baru saja dipasanag (sekitar 3 menit yang lalu). Kepalanya berpindah-pindah dari kiri ke kanan berulang-ulang seperti mesin ketik. Kelingking kirinya mencari namanya di papan dan tangan kanannya sibuk memegangi senter menyorotkan cahaya ke papan, maklum bila ia butuh senter karena kondisi cuaca yang begitu cerahnya.
“Yu..u..si.. Pu..tri...ana..” gumamnya mencari-cari namanya. Yap nama mahluk ini adalah Yusi Putriana, umurnya sekitar 16 tahun 2 bulan 11 hari.
“ADA!” serunya ketika menemukan namanya di papan pengumuman. Kepalanya langsung menggeleng-geleng ke kanan dan ke kiri seperti bandul jam antik.
“gue sudah tahu kalau gue bakal lulus...”
Ia mengeluarkan handphone miliknya dari dalam tasnya dan menghubungi ibunya.
“halo... mama! Coba tebak...”
Yusi menyingkir dari papan pengumuman karena sudah mulai ramai.
“kau lulus ujian masuk SMA karno dengan nilai sedikit menyedihkan kan?” suara ibunya terdengar datar dari dalam telepon.
“.....kok mama tahu?” alis kanan Yusi terangkat karena bingung.
“yah... mama sudah meramalnya”
“meramal? Memangnya mama bisa?”
“iya... mama belajar dari tante”
“maksud mama meramal pakai kartu kredit?”
“yap”
“ya ampun”
“hei... kamu tahu sendirikan ramalan kartu kredit tantemu itu lebih akurat daripada pakai kartu tarot”
“yaya..lain kali lebih baik gunakan kartu remi... yasudah segitu saja. Oh ya... satu nasihat dari putrimu: jangan pernah kurangi uang sakuku” Yusi mengakhiri pembicaraannya dengan ibunya. Sekali lagi ia membuat panggilan.
“halo... papa?.. coba tebak”
“apa? Kamu lulus ujian masuk SMA karno dengan nilai yang sedikit menyedihkan kan?” suara ayahnya terdengar datar dari dalam telepon.
“jangan-jangan...” pikir Yusi.
“yah.. papa sudah meramalnya”
“pakai kartu kredit?” wajah Yusi berubah lemas.
“kok tahu?”
“ayolah... ada apa dengan kalian berdua”
10 menit kemudian- Yusi masuk kedalam sebuah mini market, ia membeli 2 kotak susu rasa vanilla dengan merek yang sama. Ketika kasir hendak menghitung harga barang belanjaan Yusi,
“maaf... mba. Ini sudah kadaluarsa... sebagai bentuk penyesalan, silahkan ambil 2 kotak susu lagi... gratis”
Susu yang diambil Yusi ternyata sudah kadaluarsa. Kasir itu terlihat sangat menyesal dan memberikan 2 kotak susu secara Cuma-Cuma plus koran hari itu.
Diluar mini market Yusi melihat sang sahabat bernama ‘Fira’ sedang melamun seperti orang idiot. Ingin hati berpura-pura enggak kenal namun pada akhirnya Yusi menghampirinya. Ketika dihampiri, Fira masih asyik melamun melihat ke arah seberang jalan. Yusi penasaran dengan apa yang sedang dilihat Fira di seberang jalan.
“ah... Xander” tanggap Yusi ketika melihat apa yang ditatap Fira di cafe terbuka di seberang jalan.
Yusi langsung mengerti situasi dan kondisi Fira.
“huff... kasihan loe. Sudah kenal selama 6 tahun tapi cinta Fira masih bertepuk sebelah kaki..”
Sudah berbicara sedemikian rupa Yusi malah ikutan melamun melihat Xander. Tak lama kemudian Xander menatap balik Yusi dan membuatnya tersadar.
“hazz... kenapa gue jadi ikutan melamun! Kurang ajar... ganteng juga mahluk itu” gumam Yusi sambil menggaruk-garuk kepalanya dan menghindari tatapan Xander karena takut dikutuk.
Sedangkan Fira yang masih bertengger di dunia serba putihnya malah tersenyum melihat Xander menatap ke arahnya.
Yusi berhasil menyadarkan Fira setelah melancarkan beberapa tamparan yang tidak seberapa tidak sakit dengan jumlah yang tak bisa dihitung dengan jari tangan bayi.
“eh... Yusi! sejak kapan elo ada di samping gue” bingung Fira sambil menyeka darah di hidungnya hasil kerja keras Yusi.
“baaaruuu aja kok!” Yusi tersenyum palsu.
Melihat senyum yang haus darah dari Yusi, Fira mengganti topik.
“eh, besok kita jadi kan nonton konser” tanya Fira riang bertabur sedikit ketakutan akan senyuman Yusi.
“tentu donk! Gue kan sudah beli tiketnya”
Mereka terus mengobrol dan mulai berjalan meninggalkan tempat. Yusi membuka koran yang baru dia dapatkan dan mengeluarkan secarik kertas kecil.
“apaan itu?” tanya Fira penasaran.
“lotere”
Yusi menyocokkan angka yang ada di kertasnya dengan yang ada di koran.
“gimana? Menang?” tanya Fira.
Yusi membuang korannya.
“jangan ditanya... tentu menang” Yusi menjawab dengan wajah yang kesal.
“lalu kenapa wajah loe seperti burung hantu begitu?”
“walaupun menang hadiahnya tak seberapa. Yang gue menangkan hanya lotere kecil”
“gue tahu perasaan loe. Yah, mau bagaimana lagi. Mereka tak mau menjual lotere kepadamu. Bahkan aku pernah melihat sepanduk bertuliskan ‘Yusi Putriana dilarang ikut’...” Fira mendongeng tentang Yusi.
“memangnya apa salah gue?”
“halloooo.... loe berhasil menang 43 kali berturut-turut!”
“memangnya itu salah?” Yusi memajang tampang polos dan tak terkejut seolah menang lotere itu hal yang biasa.
“enggak sih... Cuma gara-gara loe, enggak ada yang mau beli lotere lagi karena sudah pasti enggak bakal menang”
“bagus donk! Dengan begitu gue berhasil mengurangi perjudian di kota ini” kata Yusi dengan bangga.
“mengurangi? Lalu kenapa loe juga ikutan?”
“ngomong-ngomong... bagaimana hasil pengumumannya?” Yusi me-reset ekspresinya dan mengganti topik.
Fira terdiam kagum memperhatikan Yusi dengan wajah seperti burung hantu.
“belum gue lihat” jawab Fira, dan ia tak perlu menanyakan hasil Yusi.
Yusi mampir ke toko pakaian ‘Weardrop’. Ia berbincang dengan kasir di sana sambil menunggu pakaian yang ia pesan.
“nih pesanan loe Yus” salah satu karyawati di sana yang sudah akrab dengan Yusi menyerahkan pakaian yang ia bawa.
“trims”
Yusi bergegas menuju ruang ganti. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia membaca sebuah pesan yang masuk. Pesan itu bertulis “gue lolos!” yang dikirim oleh Fira. Yusi terus berjalan sembari membalas pesan Fira. Namun di tengah jalan ia bertabrakan dengan seorang pria. Yusi beruntung hanya jatuh tak terluka dan hanya terkena sedikit tumpahan kopi yang dibawa pria itu. Malangnya kepala pria itu terbentur di lantai namun masih tersadar.
“ma-maaf.. saya benar-benar tidak sengaja” Yusi berdiri sambil membersihkan bajunya.
Yusi kaget setengah mual melihat pria yang ditabraknya.
“eh... Xander!!”
Xander masih terkapar memegangi kepalanya, dan area 51-nya basah terkena tumpahan kopi. Yusi bermaksud meminta maaf. Ia berjalan mendekati Xander bermaksud menolong namun malah terpeleset tumpahan kopi dan terjatuh dan hebatnya lagi... kepala Yusi menghantam daerah segitiga bermuda milik Xander...
bentuk pdf:
http://www.mediafire.com/file/114wblxii0hv4yo/LH%20CH1%20%28REVISED%29.pdf
sohendar
12 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar